Assalamu’alaikum, saya Dwi. Di sini saya akan menceritakan
tentang persahabatan saya dengan dua
wanita shalihah yang selalu menjadi
pedoman saya selama saya mengalami fase peralihan dari masa remaja ke masa
pendewasaan. Kedua wanita ini memiliki peran penting dalam pembentukkan
karakter saya di fase-fase labil ini. Sebenarnya mereka adalah satu dari sekian
orang yang membimbing pendewasaan saya. Tapi di sini saya hanya ingin
menceritakan mereka berdua saja.
Sebelumnya saya ingin menceritakan tentang diri saya terlebih
dahulu. Saya terlahir dengan nama Nur Dwi Andriani. Saya rasa tidak ada banyak
hal dalam diri saya, dan dengan banyak kekurangan saya ini, saya ingin
membuatnya menjadi hal menarik dan berbeda dengan wanita lain pada umumnya.
Saya terlahir di Bogor dengan memiliki 4 saudara laki-laki, dan saya adalah
anak terakhir dan menjadi wanita satu-satunya dirumah saya selain ibu saya.
Saya menjadi bungsu dengan dikelilingi saudara laki-laki saya. Meskipun begitu,
saya tidak pernah sedih karena tidak memiliki kakak perempuan. Saya sangat
merasa disayangi kakak-kakak saya yang walaupun terkadang saya selalu membuat
mereka kesal karena tingkah saya. Kebaikan mereka seakan menjadi penambah
keindahan kehidupan saya. Kebaikan mereka beragam.
Kakak saya yang pertama adalah Syarif Hidayatullah. Dia
adalah kakak saya yang baik seperti kakak-kakak saya lain, yang menjadi pembeda
adalah kakak saya dari yang ke-2 sampai ke-4.

Selain itu ketika masih kecil
saya pernah menangis karena kakak saya yang keempat. Dengan penuh kasih
sayang kakak saya yang kedua menenangkan hati saya agar tidak selau bersedih.
Hingga saat ini, saya merasa kasih sayang dalam hal perhatian yang begitu dalam
dari kakak saya yang kedua ini. Hingga saya beranjak remaja dan mulai mengenali
masa-masa pacaran, dialah orang sangat protective terhadap diri saya. Ketika
itu saya merasa terkekang karena saya belum mengerti akan kasih sayang yang
sebenarnya ia tunjukan terhadap diri saya. Selain itu pula, dialah yang selau
memberikan petuah akan keislaman terhadap saya. Banyak hal yang saya dapat dari
dia yang padahal harusnya itu saya dapatkan jika saya memiliki kakak perempuan.
Di usianya yang masih remaja, dia menyukai musik dan tarian
india, dan itupun menjadi hobi kami berdua untuk bernyanyi dan menari bersama.
Dia pun menyukai kartun hingga usia dia yang kini telah memiliki anak. Membuat
saya merasa tidak ada yang berubah dalam dirinya dan hubungan yang membuat kami
semakin dekat.
Di usia saya yang dewasa saat ini pun, saya lebih nyaman
membicarakan privasi saya terhadapnya. Karena saya merasa ia lebih mengerti apa
yang ingin saya sampaikan dan ia selalu memberikan nasehat-nasehat yang bisa
saya terima dengan baik. Keusilan candanya yang membuat hubungan kami erat,
terjalin hingga saat ini. Sampai sekarang pun hal itu tak hilang, hingga musuh
saya pun bertambah dengan kehadiran dua anak perempuannya yang ikut serta
mengusili saya, dan hal itupun yang membuat saya dengan anak-anaknya sangat
dekat. Walaupun mereka adalah keponakan saya, saya lebih merasa mereka adalah
adik perempuan saya yang sangat saya rindukan jika saya sedang jauh dengan
mereka.
Selanjutnya ada kakak saya yang ketiga bernama Firmansyah
Hidayat. Dia adalah kakak saya yang paling tegas dan membuat saya segan
terhadapnya. Selain kakak saya yang kedua, dialah yang paling protektif
terhadap saya. Kebaikan dia tidak seperti kakak saya yang kedua. Dia lebih
memperhatikan saya dalam hal materi. Dialah yang membiayai saya semenjak saya
lulus SMP hingga saat ini saya kuliah. Kasih sayang yang dia tunjukan bukanlah
perhatian, tapi pengertian akan kebutuhan saya yang hingga saya bercita-cita
untuk membalas segala apa yang telah ia berikan kepada saya. Namun layaknya
orangtua saya sendiri, sekeras apapun saya membalas kebaikannya, saya rasa itu
tidak akan terbalaskan. Dialah yang sedikitnya mengajarkan saya memasak.
Kembali saya merasa sempurna, memiliki kakak laki-laki yang berperan seperti
kakak perempuan. Tidak seperti kakak saya yang lain, mungkin bahkan tidak
seperti kakak laki-laki di dunia kepada adik perempuannya. Ketika itu saya baru
pertama kali mengalami pubertas atau haid,
dan saya sangat malu rasanya jika membeli pembalut ke warung terdekat
yang berada di dekat rumah saya. Oleh karena itu, saya menyuruh kakak saya yang
ketiga ini untuk membelikannya. Dengan tidak berpikir terlebih dahulu, ia
langsung mengambil uang yang saya berikan untuk membelikan saya pembalut
tersebut. Dengan tertawa kecil saya merasa lucu sendiri menyuruh kakak
laki-laki saya untuk membelikan hal yang tidak sepantasnya kakak laki-laki saya
menuruti itu. Begitu perhatiannya ia sebagai kakak laki-laki yang berperan
menjadi kakak perempuan saya dalam waktu tertentu.
Dan yang terakhir, kakak saya yang keempat yaitu Abdul Kahfi
Hidayat. Selisih usia diantara kami hanya dua tahun, itu yang membuat kami
tidak terlihat seperti adik kakak. Namun, wajah kami yang agak sedikit terlihat
mirip memberikan ingatan tersendiri bagi orang-orang yang sudah mengenal kami.
Selain karena usia yang membuat kami seperti itu, hal tersebut pun membuat kami
sering terlihat seperti Tom & Jerry di masa-masa kecil kami.
Semenjak kami remaja hingga beranjak dewasa, hal tersebut
sudah tidak pernah terjadi lagi. Mungkin dikarnakan di antara kami sudah
menyadari betapa pentingnya hubungan yang baik dalam sebuah keluarga. Tidak
sampai di situ saja, semenjak kami beranjak dewasa pun kami lebih banyak
mendiskusikan sesuatu. Dan sampai saat ini pun peran kakak saya yang satu ini
seakan pelengkap dan berubah menjadi penjaga saya setelah kakak saya yang ke-1
sampai ke-3 sudah menikah. Kebaikan yang diberikan oleh kakak saya ini seakan
pelengkap dari kakak saya yang kedua dan yang ketiga telah berikan. Istilahnya
kasih sayang yang ia berikan bisa disebut kasih sayang campuran. Maksudnya
adalah percampuran antara kebaikan dari kakak-kakak saya sebelumnya.
Dia bisa menjadi kakak sekaligus sahabat saya. Karena selisih
usia yang sedikit di antara kami pun, membuat kami sering dianggap berpacaran
bagi orang-orang yang tidak mengenal saya sebagai adiknya atau orang-orang yang
tidak mengenal ia sebagai kakak saya.

Dia adalah yang membiayai tempat tinggal saya selama kuliah,
karena saya tidak tinggal dirumah dan jauh dari orangtua selama kuliah. Dan ia
pun selalu menjadi tempat saya berbagi cerita atau pengalaman atau apapun yang
membuat kami lega setelah menceritakannya.
Itulah gambaran sosok yang telah membuat saya tumbuh dan
berkembang seperti sekarang selain kedua orangtua saya.
Allah begitu adil terhadap saya, meskipun saya menjadi anak
bungsu perempuan satu-satunya yang tidak memiliki kakak perempuan, tapi
kehadiran mereka semua membuat saya tumbuh menjadi sosok yang mereka ajarkan
terhadap saya. Terimakasih ya Allah.
Selanjutnya saya akan menceritakan tentang sosok kedua
sahabat saya yang juga ikut serta dalam pembentukan karakter saya sekarang.
Pertama-tama saya akan menceritakan tentang sahabat saya yang
bernama Eli Halimatussadiah. Dialah wanita shalihah yang memiliki selisih usia
1 tahun lebih muda dari saya. Meskipun begitu diantara kami seperti tidak
terlihat perbedaan usia. Dia memiliki tipe kepribadian koleris (Kepemimpinan).
Hal tersebut membuat ia selalu menjadi leader di setiap langkah antara saya
ataupun sahabat saya yang satunya lagi. Bukan keadaan atau saya dengan sahabat
saya yang satunya yang menginginkan ia menjadi seperti itu, tetapi dirinya yang
menjadikan ia sendiri selalu menjadi terdepan dibanding saya atau sahabat saya
yang satunya lagi. Hal tersebut sama sekali tidak membuat kami marah ataupun
benci karena sifatnya yang seperti itu. Justru hal tersebut membuat kami selalu
bergerak dengan rencana-rencana yang kami buat dengan diawali olehnya. Tanpa
adanya ia, mungkin akan lama atau bahkan kami tidak akan pernah memulai sesuatu
yang kami rencanakan atau tidak kami rencanakan. Diantara Eli dan sahabat saya
yang satu lagi, hanya ia yang saya rasa bisa sepaham, sepengertian atau sejalan
dengan saya. Mulai dari pemikiran, pemahaman sesuatu ataupun yang lainnya kami
selalu memliki pandangang saya sama. Jikalau pun ada perbedaan di antara kami,
itu malah membuat kami menyatu dengan pendapat yang ada. Artinya kami tidak
pernah menyalahkan pendapat satu sama lain, tetapi mengambil jalan tengah yang
kami rasa itu adalah jalan diantara keduanya.
Selain itu, Eli pun yang membuat saya menjadi lebih peduli
terhadap oranglain atau orang yang berada disekitar saya sendiri. Dengan hati
yang sangat dermawan, ia selalu berbuat kebaikan tanpa berpikir dua kali untuk
melakukan hal tersebut. Hal itu pun yang membuat saya tertegun olehnya.
Diam-diam saya sedang berguru kepadanya tanpa ia ketahui. Bukan hanya dermawan,
ia pun peduli terhadap hal-hal yang memiliki aturan atau hal yang membuat
sesuatu itu harus dikerjakan ataupun menjadi larangan.
Contoh cerita ketika divisi di kampus saya sedang mengadakan
kegiatan rutinitas di bulan Ramadhan, yaitu tadarusan setiap jam pulang kampus
hingga menjelang waktu ashar. Di dalam divisi tersebut dibagi menjadi beberapa
divisi lagi, dan yang mengadakan kegiatan tersebut adalah divisi Public
Relation (PR), sedangkan Eli sendiri adalah anggota dari divisi Maintenance.
Suatu ketika jam bel pulang telah berbunyi, dan waktunya kegiatan tersebut
dimulai. Pada saat itu kebetulan sekali anggota penting di divisi yang mengadakan
acara tadarusan tersebut sedang ada jadwal piket dan mentoring yang berbarengan
dengan jadwal kegiatan yang merekan buat sendiri. Eli yang waktu itu memasuki
ruangan tempat biasa tadarusan kaget karena orang-orang penting yang harusnya
memulai acara tersebut malah tidak ada. Sedangkan, yang mengikuti kegiatan
tersebut kebanyakan bukan anggota dari divisi yang ada di kampus itu. Hal
tersebut membuat Eli bergegas untuk mencari orang yang bisa memulai acara
tadarusan tersebut, karena Eli pun baru ingat bahwa pada hari itu adalah hari
dimana orang-orang PR tersebut dijadwalkan piket diruang lain. Ketika itu
bertemulah Eli dengan ketua utama di Divisi tersebut dan segera menyuruhnya
untuk memulai kegiatan itu.
Betapa Eli sangat peduli akan keadaan disekitarnya, dan hal
tersebut yang membuat saya kagum terhadapnya.
Selanjutnya saya akan menceritakan sahabat saya yang satunya
lagi, yaitu Rif’atunnisa. Ia gadis kelahiran Bekasi yang kini sedang menetap di
Bogor karena ia kuliah disini bersama saya dan Eli.
Ialah gadis sholehah yang juga banyak membimbing saya menjadi
gadis shalihah seperti ia pula. Berbeda dengan Eli, Rifa memiliki kepribadian
Melankolis (Perfeksionis). Dalam segala hal ia ingin sempurna, dan dalam segala
hal pun hatinya mudah tersentuh bahkan hingga membuat ia mudah menangis karna
sesuatu yang sebenarnya tidak usah dipermasalahkan. Usia kami hanya berbeda
beberapa bulan, dan usia saya lebih muda dibandingkan dia. Meskipun begitu,
diantara saya Eli dan Rifa, justu Rifa lah yang terlihat lebih muda. Hal
tersebut dikarenakan postur badan dia yang imut dan lucu membuat ia terlihat
lebih muda dibanding saya ataupun Eli.
Meskipun tipe kepribadiannya yang sensitif dengan hal-hal
yang membuat ia mudah menangis, ia juga tipe orang yang humoris. Selain itu, dia
pun memiliki ciri khas suara dan dialek berbicara sendiri, dan itu membuat ia
tambah terlihat semakin lucu.
Sahabat dan keluarga, merekalah yang
selalu ada di saat suka maupun duka. Keduanya adalah orang-orang yang sangat
saya sayangi dan selalu saya rindukan ketika jarak dan waktu memisahkan. Terimakasih
Ya Allah kau telah memberi yang terbaik untukku… I love you…
Posting Komentar